RAGAM LOMBOK – Lombok Timur, Desa Suntalangu
sebelum menjadi desa, merupakan satu kekadusan dari Desa Ketangga Kecamatan
Pringgabaya, yaitu Dusun Batu Basong. Nama ini memang cukup unik dan seringkali
mengundang pertanyaan, kenapa dinamakan Batu Basong yang sampai saat ini
dipergunakan sebagai nama dua dusun dalam wilayah Desa Suntalangu?
![]() |
Beberapa keterangan yang dapat dihimpun dari
penuturan para tokoh masyarakat dan tokoh adat, didapat legendanya sebagai
berikut:
Konon pada masa lalu, Pulau Lombok adalah
sebuah kerajaan besar yang bernama Kerajaan Selaparang. Kerajaan ini memiliki
beberapa kerajaan bawahan, sehingga wilayahnya melipui seluruh kawasan Pulau
Lombok. Perjalanan kerajaan ini diwarnai oleh pengaruh dari berbagai daerah dan
negeri, termasuk pengaruh dari para pedagang yang datang dari Makassar dan
bahkan Timur Tengah. Karena selain berdagang, para pedagang tersebut juga
melakukan dakwah untuk menyiarkan agama Islam, sehingga sebagian besar rakyat
Kerajaan Selapaang waktu itu sudah memeluk agama Islam, walaupun ada
diantaranya yang masih terpengaruh kepercayaan animisme.
Kerajaan Selaparang pernah diinvasi oleh
kerajaan tetangga dari pulau Dewata Bali, yaitu Kerajaan Karangasem. Dalam
suasana yang tidak menentu, pengaruh raja Bali ini semakin luas, dilain pihak
kekuasaan raja Selaparang terasa semakin terdesak, bersamaan dengan itu
penyebaran agama Hindu Dharma juga mempengaruhi kepercayaan rakyat Kerajaan
Selaparang.
Raja berfikir, banyak kemungkinan yang bisa
terjadi tanpa diduga. Oleh karena itu, untuk menjaga serangan yang tiba-tiba
datang dari pasukan Raja Bali ke pusat pemerintahan raja Selaparang, maka raja
mengajak keluarganya untuk mengungsi meninggalkan kotaraja Selaparang. Karena
menganggap pengungsian itu akan memakan waktu yang cukup lama, selain keluarga,
raja mengajak serta patih dan pengawal istana, serta membawa pula binatang
piaraan dan binatang kesayangan raja seperti sapi, kerbau, kucing, anjing dan
sebagainya.
Raja menduga bahwa serangan jika terjadi, akan
datang dari arah timur, maka raja mengambil inisiatif untuk mengungsi ke arah
barat daya. Beberapa hari kemudian, sampailah raja beserta rombongannya di
suatu tempat di tengah hutan yang berbatasan dengan kali/sungai Kokok Desa yang
membentang dari utara ke selatan. Pada saat yang bersamaan sedang terjadi hujan
lebat yang mengakibatkan banjir besar di sungai tersebut. Akibatnya, raja dan
rombongan menghentikan langkah perjalanannya sementara waktu. Namun karena raja
atau sultan Selaparang memiliki kesaktian, maka beliau dengan mudah
menyeberangkan keluarga dan binatang piarannya melintasi sungai. Satu-satunya
yang tidak dapat diseberangkan (karena najis) adalah seekor anjing (bahasa
Sasak : “Basong”), sehingga ditinggalkan sendirian di tengah hutan.
Anjing yang setia itu duduk menanti jemputan
dari tuannya, namun rupanya, karena kesibukan raja mengatur strategi, anjing
ini terlupakan. Namun dengan setia anjing ini menunggu dan menunggu tuannya,
akhirnya setelah bertahun-tahun duduk menunggu, lama kelamaan akhirnya berubah
menjadi batu. Dari peristiwa itu masyarakat kemudian menandai atau memberikan
nama lingkungan hutan dan sekitarnya itu dengan julukan “Batu Basong.” Ini
bermula ketika masyarakat setempat menemukan sebuah batu yang bentuknya sangat
mirip dengan seekor anjing. Konon pada waktu-waktu tertentu batu tersebut
terdengar bersuara seperti anjing menggonggong, sehingga nama Batu Basong
dianggap memiliki sejarah dan cocok untuk dipakai sampai saat ini. Karena
pengaruhnya yang sudah sangat mengakar pada masyarakat nama Batu Basong tidak
mudah diubah dan dilupakan, lebih-lebih masyarakat luar desa lebih mengenal
nama Batu Basong untuk menyebut kawasan yang berada tepat di tengah-tengah
wilayah Kecamatan Suela.
Bukan tidak mau merubah namanya, bahkan sudah dicoba beberapa
kali untuk menghilangkan nama Batu Basong. Pada masa Pemerintahan Aq. Mustiarah
(sekitar tahun 1975) misalnya, nama Batu Basong pernah akan diubah dengan
mempromosikan nama Batu Ngongkong (Bahasa Sasak yang artinya Batu
Menggonggong). Ini didasarkan pada legenda yang menyebutkan batu tersebut
pernah terdengar seperti suara anjing menggonggong. Akan tetapi nama yang
dipromosikan tidak mampu menggeser imej masyarakat terhadap nama yang sudah
mereka kenal, yakni Batu Basong. Kemudian pada tahun 1979 dimasa Desa
Suntalangu dipimpin oleh Plt Kepala Desa Lalu Jalaludin, nama Batu Basong
kembali akan diubah. Kali ini nama yang dipromosikan adalah “Batu Kepeng”.
Tulisan besar-besar dipampang di pintu masuk desa, yaitu di jembatan Suntalangu
dengan tulisan “Selamat Datang di Batu Kepeng”. Namun lagi-lagi promosi itu
tidak dapat merubah nama Batu Basong.
EmoticonEmoticon