RAGAM
LOMBOK - Saat belum mempunyai nama, Pulau Lombok masih
berupa perbukitan yang dipenuhi hutan belantara dan belum dihuni manusia. Pulau
ini hanya dihuni oleh ratu jin yang bernama Dewi Anjani didampingi seorang
patih bernama Patih Songan. Dewi Anjani mempunyai banyak prajurit dari bangsa
jin dan seekor burung peliharaan yang bernama Beberi. Burung itu berparuh perak
dan berkuku baja yang sangat tajam. Dewi Anjani beserta para pengikutnya
tinggal di puncak Gunung Anjani yang terdapat di pulau itu di daerah sembalun.
Suatu hari, sepulang dari berkeliling mengitari seluruh daratan Pulau Lombok, Patih Songan datang menghadap kepada Dewi Anjani. “Ampun, Tuan Putri! Izinkanlah hamba untuk menyampaikan sesuatu,” kata Patih Songan sambil memberi hormat.
“Kabar apa yang
hendak kamu sampaikan, Patih? Katakanlah!” seru Dewi Anjani.
“Begini, Tuan
Putri. Hamba baru saja selesai mengelilingi pulau ini. Hamba melihat pulau ini
semakin penuh dengan pepohonan. Maka itu, Hamba menyarankan agar Tuan Putri
segera memenuhi pesan kakek Tuan Putri untuk mengisi pulau ini dengan manusia,”
ungkap Patih Sangon.
Setelah itu Dewi Anjani mengutus para
perajurintnya untuk menjadikan kaumnya menjdi manusia dan membuatkannya sebuah
perkampungan lengkap dengan sawah dan rumah tempat mereka bersingah dan hidup
selayaknya manusia, dibutlah jin menjadi manusia, jin tersebuat termasuk
ayahnya Doyan Nada, yang menjabat sebagai kepala suku di kampong tersebut. Hal
itu, bisa di cermati dari pada kutipan berikut ini.
Setelah itu, Dewi
Anjani segera mengubah sepuluh pasang suami istri dari prajuritnya menjadi
manusia dan salah seorang di antaranya dijadikan sebagai kepala suku. Kesepuluh
pasangan suami istri tersebut kemudian menetap di daerah itu dan hidup sebagai
petani.
B. Kejehatan Kepala Suku Pada Anaknya
Istri sang kepala suku pun hamil dan melahirkan seorang anak yang
bernama Doyan Nada, namun sang anak sangt doyan makn dan menghabiskan semua
panenya sehingga membuat sang ayah marah dan merasa di rugikan mempunyai anak
yang selalu memebutuhkan bnyak untuk makanya.
Membuat pikiran picik sang ayah, sang ayahpun mencoba untuk
memebunuh Doyan Nada dengan berbagai cara di lakukan demi membunuh anaknya
tersebut, namun Dewi Anjani selalu ada untuk membantu sang Doyan
Nada, sang anak mati suri 3 kali oleh sang ayah, tetapi dia selalu
hidu, di hidpkan oleh Dewi Anjani. Beberapa kutipan dari cerita rakyat Dayan
Nada sebagi berikut.
Sang istri tidak
bisa berbuat apa-apa kecuali pasrah setelah mendengar penjelasan suaminya.
Sementara itu, sang kepala suku segera menyusun rencana untuk menghabisi nyawa
Doyan Nada. Pada esok harinya, ia mengajak anaknya ke hutan untuk menebang
pohon besar. Tanpa merasa curiga sedikit pun, Doyan Nada menuruti saja ajakan
sang ayah.
Setibanya di hutan,
sang ayah memilih pohon yang paling besar dan segera menebangnya. Dengan
sengaja ia mengarahkan pohon besar itu roboh ke tempat Doyan Nada berdiri.
Begitu roboh, pohon besar itu menindih tubuh Doyan Nada hingga tewas seketika.
Melihat anaknya tidak bernyawa lagi, sang ayah segera meninggalkan tempat itu.
Rupanya, Dewi
Anjani menyaksikan semua peristiwa tersebut dari puncak Gunung Anjani.
“Beberi, cepat
percikkan banyu urip (air hidup) ke tubuh Doyan Nada!” seru Dewi Anjani kepada
burung peliharaannya.
C. Kekuatan Doyan Nada Dalam
Cerita Rakyat Nusantara Doyan Nada
Doyan
Nada adalah seorang anak kepala suku di daerah selaparang Lombok Timur
Nusa Tengara Barat Indonesia, dia sangat kuat dan sangat doyan makan
seberapapun banyak makanan akan habis bila di depanya, maka dari itulah dia
memiliki nama Doyan Nada dan memiliki tubuh yang sangat kekar dan sangat kuat.
Siapapun musuhnya akan takluk kalok bertemu
denganya, seorang butu ijo pun pernah di taklukanya, dikala itu dia sedang
mengebara karna di usir orang tuanya yang sudah tidak mampu untuk memberinya
makanan. Hal
itu, bisa di cermati dari pada kutipan berikut ini.
“Berhenti,
hai raksasa tengik!” seru Doyan Nada, “Kembalikan dendeng yang kamu curi itu!”
“Hai, anak manusia!
Menyingkirlah dari hadapanku, atau kamu akan kujadikan mangsaku!” ancam
Limandaru.
“Aku tidak akan
menyingkir sebelum kau serahkan dendeng itu kepadaku,” kata Doyan Nada.
Merasa ditantang,
Limandaru menjadi marah dan langsung menyerang Doyan Nada. Tanpa diduga,
ternyata anak kecil yang dihadapinya adalah seorang sakti mandraguna.
Serangannya yang datang secara bertubi-tubi dapat dihindari oleh anak kecil itu
dengan mudah. Karena kesal, Limandaru terus menyerang Doyan Nada dengan cara
membabi buta. Namun begitu ia lengah, tiba-tiba sebuah tendangan keras dari
Doyan Nada mendarat tepat di lambungnya. Tubuhnya yang besar itu pun
terpelanting jauh dan terjatuh di tanah hingga tidak sadarkan diri.
D. Pran Tameng Muter dan Sigar
Panjahitan
Tameng
Muter
Banyak orang yang berlomba-lomba untuk menjadi
raja di pulau Lombok ini Tameng Muter termasuk orang yang ingin mempunyai
kekuasaan di pulau Lombok ini, sangking ingnya menjadi raja di pulau ini dia
bertapa selama 10 tahun, namun ahirnya terkabul setelah bertemu dengan seorang
pengembara yakitu Doyan Nada dan dia pun menjadi raja di pejangik Lombok
Timur. Hal itu, bisa di cermati dari kutipan berikut ini.
Suatu hari, ketika
melewati sebuah hutan lebat, Doyan Nada dikejutkan oleh suara orang berteriak
meminta tolong. Ia pun segera menolongnya. Rupanya, orang itu adalah seorang
pertapa yang terlilit oleh akar beringin. Pertapa yang bernama Tameng Muter itu
kemudian bercerita kepada Doyan bahwa dirinya sudah sepuluh tahun bertapa
karena ingin menjadi raja di pulau itu. Akhirnya, mereka pun menjadi sahabat
dan pergi mengembara tanpa arah dan tujuan.
Singar Panjahitan
Dia adah seorang pengelana namun sama tujuanya
dengan Tameng Muter ingin menjadi raja di pulau Lombok ini, dia
jugak betapa, namun dia bertapa cukup lama lebih lama dari pada Tameng.
Panjahitan bertapa selama 12 tahun tetapi blm
jugak menjadai raja, perjalanan hidupnya hamper sama dengan tameng, tetapi
setelah bertemu dengan seorang pengelana yatu Doyan Nada. Diapun menjadi raja
di daerah sembalun Lombok Timur. Berikut beberapa kutipan yang bisa di cermati.
Dalam perjalanan
mereka menemukan seorang pertapa yang dililit oleh akar beringin yang sangat
besar. Pertapa yang bernama Sigar Penjalin itu sudah dua belas tahun bertapa
karena ingin juga menjadi raja di Pulau Lombok. Akhirnya, ketiga orang tersebut
bersahabat dan pergi mengembara bersama-sama.
Doyan Nada, Tameng
muter dan Sangar Pajahitan
Ketiga orang ini menjadi sahabat dan mereka
menemukan bidadri di dalam gua dan dinikahi dan ketiga sahabt ini menjadi raja
di desa yang merka inginkan, yaitu desa-desa Selaparang, Sembalun dan pejangik.
berikut beberapa cuplikan tersebut.
Doyan Nada bersama
kedua sahabatnya masuk ke dalam gua. Betapa terkejutnya mereka ketika mendapati
tiga orang putri cantik yang menjadi tawanan Limandaru. Ketiga putri tersebut
adalah putri dari Madura, Majapahit, dan Mataram. Akhirnya, Doyan Nada menikahi
putri dari Majapahit, Tameng Muter menikahi putri dari Mataram, dan Sigar
Penjalin menikahi putri dari Madura.
Setelah itu, ketiga
sahabat tersebut masing-masing mendirikan kerajaan di pulau tersebut. Doyan
Nada mendirikan kerajaan di Selaparang tempat kelahirannya, Tameng Muter
mendirikan kerajaan di Penjanggi, sedangkan Sigar Penjalin mendirikan kerajaan
di Sembalun. Mereka mempimpin kerajaan masing-masing dengan arif dan bijaksana.
EmoticonEmoticon